Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang-orang Mukmin di dalam kecintaan, kasih-sayang dan kelembutan mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggotanya sakit maka seluruh tubuh merasa demam sepanjang malam.” Persaudaraan dan kasih sayang yang diawali dan didasari dengan niat suci dan benar-benar karena Allah SWT tidak akan pernah terputus, sekalipun tak terlepas dari cobaan-cobaan.

Islam memerintahkan untuk membina persaudaraan yang hakiki. Sebagaimana yang terjadi antara Rasulullah saw. dan Sayyidina Abu Bakar ash Shiddiq. Beliau selalu berada di sisi Rasulullah saw. saat orang-orang musyrik berusaha untuk mengganggu dan membunuh beliau. Beliau menginfakkan hartanya untuk kepentingan dakwah Rasulullah saw. Beliau juga menemani Rasulullah saw. berhijrah ke Madinah. Keduanya bersembunyi di Gua Hira. Abu Bakar ra. sangat khawatir terhadap keselamatan Rasulullah saw dari kejaran orang-orang musyrik.
Akan tetapi, Rasulullah saw. yang percaya dengan perlindungan dan pertolongan Allah berusaha menenangkan beliau dan berkata, ‘’Wahai Abu Bakar, bagaimana pendapatmu terhadap dua orang yang ketiganya adalah Allah (maksud dari itu adalah perlindungan dan pengawasan Allah).” Dari kejadian ini kita bisa mengambil contoh persaudaraan yang hakiki.
Ketika orang-orang Muslim berhijrah ke Madinah, mereka meninggalkan harta, keluarga dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia demi menyelamatkan agama mereka. Saat itu Rasulullah saw mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Al-Quran telah mengabadikan persaudaraan mereka yang amat erat: Mereka (kaum Anshar) mencintai orang yang berhijrah (kaum Muhajirin) ke tempat mereka. Mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan terhadap kaum Muhajirin. Mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri meskipun mereka juga memerlukan (QS al-Hasyr: 9).
Persaudaraan Islam inilah yang terus menerus menjadi senjata dakwah Islam hingga mampu menghancurkan benteng-benteng orang musyrik. Sayang, saat ini umat Islam terkotak-kotak akibat paham nasionalisme, yang termasuk ‘ashâbiyyah yang terlarang. Nasionalisme adalah paham yang menjadikan kesamaan bangsa sebagai dasar persatuan. Paham ini termasuk bagian dari seruan-seruan jahiliah (da‘wâ al-jâhiliyyah). Nasionalisme menjadikan loyalitas dan pembelaan terhadap bangsa mengalahkan loyalitas dan pembelaan terhadap Islam. Halal-haram pun akan dikalahkan ketika bertabrakan dengan ‘kepentingan nasional’. Akibatnya, kepentingan bangsa, meski menyalahi syariah, akan dibela. Jelas paham ini termasuk ‘ashâbiyyah yang diharamkan Islam.
Ukhuwah Islamiyah harus diwujudkan secara nyata. Kaum Muslim diperintahkan untuk tolong-menolong; membantu kebutuhan dan menghilangkan kesusahan saudaranya; melindungi kehormatan, harta dan darahnya; menjaga rahasianya; menerima permintaan maafnya; dan saling memberikan nasihat. Masih sangat banyak manfestasi ukhuwah lainnya. Ha
rus dicatat, wujud ukhuwah islamiyah tidak hanya bersifat individual, namun juga harus diwujudkan dalam tatanan kehidupan yang dapat menjaga keberlangsungannya. Di sinilah Islam telah mewajibkan umatnya agar hanya memiliki satu negara dan satu kepemimpinan yang dipimpin oleh seorang khalifah.
(Nur Amalia :Ibu Rumah Tangga, tinggal di bogor)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar